SELAMAT DATANG DI IDI PAMEKASAN... NIKMATI BERITA SEPUTAR DUNIA KESEHATAN KHUSUSNYA DI PAMEKASAN DAN ARTIKEL MENARIK DARI PARA DOKTER DI PAMEKASAN...
KONSULTASIKAN MASALAH KESEHATAN ANDA

Kamis, 14 Juli 2011

PUSKESMAS SEBAGAI PENGGAGAS PEMBANGUNAN KESEHATAN SETEMPAT

Sistem rujukan pasien rumah sakit di Sulawesi Selatan belakangan ini dinilai sudah baik. Rumah sakit yang ada di daerah bukan lagi sekadar tempat pelayanan kesehatan semata, melainkan telah mengupayakan pada peningkatan kualitas penanganan pasien.

Demikian pernyataan Menkes dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH. Dr.PH pada acara Seminar Nasional Eksistensi dan Peran Puskesmas Sebagai Penyelenggara Upaya Kesehatan Tingkat Pertama di Makassar (28/6) Juni. Seminar digelar dalam rangka penganugerahan Otonomi Awards 2011 oleh The Fajar Institute of Pro Otonomi (FIPO). Menkes menegaskan, keberadaan Puskesmas sebagai ujung tombak saat ini, bukan lagi harus terfokus pada pelayanan kesehatan masyarakat saja. Akan tetapi, juga harus berperan sebagai penggagas pembangunan kesehatan di wilayahnya.

Pada kesempatan tersebut Menkes memuji keberhasilan layanan kesehatan melalui Brigade Siaga Bencana (BSB) di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan. Atas keberhasilan tersenut, Pemerintah Kabupaten Bantaeng mendapat menghargaan untuk kategori Layanan Publik bidang Kesehatan pada Anugerah Otonomi Award 2011 dari FIPO.

“Keberhasilan ini patut menjadi contoh bagi daerah lainnya. Tidak apa-apa kita mencontoh keberhasilan yang sudah ditunjukkan daerah lain", kata Menkes.

Menurut Menkes, selama ini, rumah sakit daerah kerap berperan sebagai tempat transit pasien untuk selanjutnya di rujuk ke Rumah Sakit Umum Pusat. Bila sistem rujukan sudah baik RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) di Jakarta dan RSUP dr Wahidin Sudirohusodo di Makassar tidak lagi menjadi puskesmas raksasa.

Menkes menegaskan, Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan diharapkan dapat menjadi penggerak pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Upaya dalam Primary Health Care yang akan dilaksanakan tidak akan terwujud bilamana tidak ada dukungan dari masyarakat maupun pemangku kepentingan dari pelayanan kesehatan itu sendiri.

Kementerian  Kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2010-2014 telah menggariskan arah kebijakannya untuk meningkatkan akses, keterjangkauan dan kualitas pelayanan kesehatan melalui suatu sistim pelayanan kesehatan yang terpadu dan berjenjang, kata Menkes.

“Terdapat 3 jenjang pelayanan kesehatan, yaitu primary prevention (health promotion, specific protection), secondary prevention (early diagnosis, prompt-treatment dan disability  limitation), serta tertiary prevention (rehabilitation). Pelayanan ini dilaksanakan secara  komprehensif terpadu”, ujar Menkes.

Sesuai dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, titik berat penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan adalah pada Pemerintahan Kabupaten/ Kota. Oleh karena itu, Pemerintahan Provinsi diharapkan mampu mengefektifkan penyelenggaraan pembangunan kesehatan di daerah masing-masing dan sekaligus menjadi fasilitator bagi Pemerintahan Kabupaten/Kota.

Menkes berharap, Pemerintahan Provinsi dapat melakukan upaya optimal di wilayahnya sehingga tercapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Masalah kesehatan bersifat multi dimensi, lintas batas dan antar wilayah. Dengan demikian pembangunan kesehatan adalah tanggung jawab bersama antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bersama stakeholders terkait.

“Tidak selalu dapat dipisah-pisahkan antara pembangunan kesehatan di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan dalam kesepakatan Millenium Development Goals (MDGs)”, tegas Menkes di depan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan, Komisaris Utama Media Fajar, Direktur Program The FIPO dan Advisor Pelayanan Publik dan Kinerja USAID.

FIPO merupakan organisasi yang dibentuk untuk memantau, memonitor dan mengevaluasi penyelenggaraan otonomi daerah di Provinsi Sulawesi Selatan. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi yang dilakukan berbasis pada kinerja pemerintah kabupaten dan kota. FIPO mengadopsi konsep dari JPIP (The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi) mendesain model monitoring yang memacu kompetisi antar kabupaten dan kota se-provinsi. Untuk memberi efek kompetitif yang sehat bagi daerah yang dimonitor, FIPO mempublikasikan hasil monitoring dan evaluasi pelaksanaan otonomi daerah kabupaten dan kota dari tahun ke tahun melalui surat kabar Fajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar