SELAMAT DATANG DI IDI PAMEKASAN... NIKMATI BERITA SEPUTAR DUNIA KESEHATAN KHUSUSNYA DI PAMEKASAN DAN ARTIKEL MENARIK DARI PARA DOKTER DI PAMEKASAN...
KONSULTASIKAN MASALAH KESEHATAN ANDA

Sabtu, 05 Maret 2011

KEMENKES TIDAK BISA MELAKSANAKAN PERINTAH MA


Kementerian Kesehatan tidak mempunyai data tentang penelitian IPB dan hasilnya, sehingga tidak mungkin melaksanakan perintah Mahkamah Agung (MA). Oleh karena itu Kementerian Kesehatan telah menunjuk Kejaksaan Agung RI sebagai kuasa hukum Kementerian Kesehatan selaku Jaksa Pengacara Negara (JPN) sesuai dengan surat Menteri Kesehatan No. HK/Menkes/R/328/II/2011 untuk menyelesaikan masalah hukum yang berkaitan dengan putusan MA tersebut.
Hal itu disampaikan Menteri Kesehatan, dr. Endang Rahayu Sedyaningsih, MPH, Dr.PH pada Rapat Kerja antara Menteri Kesehatan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
, dan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) membahas penelitian IPB tentang susu formula yang tercemar Enterobacter sakazakii (ES) di Ruang Komisi IX DPR Jakarta, 23 Februari 2011.
Dalam Putusan Kasasi MA No. 2975 K/Pdt/2009 tanggal 26 April 2010, IPB sebagai Tergugat I, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai Tergugat II, dan Menteri Kesehatan sebagai Tergugat III diminta mengumumkan merk susu formula yang tercemar bakteri ES.
dr. Endang Rahayu Sedyaningsih menambahkan Kementerian Kesehatan sampai tanggal 22 Februari 2011 siang belum menerima Relaas Pemberitahuan Isi Putusan Mahkamah Agung RI dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, walaupun telah berinisiatif mengambil Relaas tersebut di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sesuai domisili Kementerian Kesehatan berada di Jakarta Selatan. Namun ternyata Putusan MA tersebut belum ada di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Pada tanggal 22 Februari 2011, kami mendapat copy Salinan Putusan MA dari Badan POM”, ujar Menkes.
Menurut Menkes, Penelitian IPB ini merupakan penelitian akademik yang data dan hasilnya sepenuhnya merupakan hak IPB. Tidak ada kewajiban dari IPB untuk melaporkan hasil penelitian akademik tersebut ataupun data awalnya kepada Menteri Kesehatan.
Menkes dalam berbagai kesempatan yaitu jumpa pers di Kementerian Kominfo (10/2), jumpa pers di Kementerian Koordinator Kesra dan Raker dengan DPR Komisi IX (17/2) telah menyampaikan bahwa ES dapat ditemukan pada debu, tanah, udara, sedimen, lalat, tikus, dan pernah juga ditemukan dalam usus manusia normal. Bakteri ini memiliki kemampuan bertahan pada produk kering namun mudah mati jika terkena panas pada suhu 700 celsius selama 15 detik. ES dapat mengakibatkan infeksi akut, artinya gejalanya timbul segera setelah mengkonsumsi. Tidak ada dampak yang muncul belakangan, misalnya beberapa tahun kemudian.
Sesuai dengan UU No.36/2009 tentang Kesehatan bahwa setiap bayi berhak mendapatkan Air Susu Ibu eksklusif sejak dilahirkan selama 6 (enam) bulan. ASI dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 (dua) tahun dengan ditambah makanan pendamping ASI. Hanya pada kondisi dengan indikasi medis tertentu, yaitu kondisi medis bayi dan/atau kondisi medis ibu yang tidak memungkinkan pemberian ASI eksklusif, maka susu formula boleh diberikan. Saat ini RPP tentang Pemberian ASI Eksklusif dalam tahap harmonisasi di Kementerian Kumham.
Berkaitan dengan hal itu, Menkes menganjurkan para ibu memberikan air susu ibu (ASI) secara eksklusif yaitu memberikan ASI saja kepada bayi selama 6 bulan (0-6 bulan). ASI dapat dilanjutkan sampai anak berumur 2 tahun dengan ditambah makanan pendamping ASI.
“Para pemakai susu bubuk formula perlu tahu bahwa susu bubuk formula bukanlah suatu produk yang steril dan dapat terkontaminasi oleh kuman yang menyebabkan penyakit”, ujar Menkes.
Cara menyajikan susu formula yang benar adalah dengan menggunakan air yang dimasak sampai mendidih lalu dibiarkan selama 10-15 menit agar suhunya turun menjadi tidak kurang dari 70oC. Siapkan susu sebanyak yang dapat dihabiskan bayi dan sesuai takaran yang dianjurkan pada label. Sisa susu yang telah dilarutkan harus dibuang setelah 2 jam.
Susu formula yang beredar aman
Menkes menyatakan susu formula yang beredar di Indonesia saat ini aman dikonsumsi. Untuk memberikan jaminan keamanan pangan termasuk susu formula, pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan sampling dan  pengujian secara berturut-turut pada tahun 2008, 2009, 2010 dan awal Februari 2011 terhadap susu formula bayi menunjukkan seluruh sampel yang diuji tidak mengandung bakteri ES.
Berita ini disiarkan oleh Pusat Komunikasi Publik, Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi melalui nomor telepon: 021-52907416-9, faks: 52921669, Call Center: 021-500567, 30413700, atau alamat e-mail puskom.publik@yahoo.co.idinfo@depkes.go.idkontak@depkes.go.id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar